Namanya Adalah Denny Delvandri. Beliaulah seorang ayah tiga anak yang kini
telah menjadi direktur dari suatu perusahaan dengan omset harian rata-rata
seratus juta rupiah. Pada tahun 2006, ia berhenti dari pabrik dan menjadi
wirausaha. Sepanjang tahun itu, ia mencoba berbagai jenis usaha. ”Prinsipnya,
saya mencari usaha yang arus kasnya harian. Saya mencoba sembilan jenis usaha
dari berjualan kue, membuka rumah makan, sampai menjadi EO (event organizer),”
ujarnya.
Saat ini beliau telah memiliki 220 karyawan yang
tersebar di Batam, Kepulauan Riau, dan Pekanbaru, Riau. Dari penghasilannya itu
beliua membagi rezeki kepada sedikitnya 80 UKM yang bermitra dengan
perusahaannya, CV Media Kreasi Bangsa (MKB).
Lewat perusahaan itu, Beliau menjual Kek Pisang Villa di Batam dan Viz Cake di Pekanbaru. CV MKB membuka
delapan gerai di penjuru-penjuru Batam untuk memasarkan aneka produk Kek Pisang
Villa.
Sementara di Pekanbaru ada empat gerai memasarkan
Viz Cake. Selain Kek Pisang Villa dan Viz Cake, gerai-gerai itu juga menjual
aneka produk UKM mitra CV MKB. ”Saya menyiapkan perusahaan baru untuk
memudahkan ekspansi usaha,” ujar Denny.
Pencapaian luar biasanya ini tidak dating hanya
dalam waktu singkat. Ia giat berdagang aneka produk buatan sendiri sejak masih
menjadi karyawan. Namun, hasilnya tidak maksimal. Denni juga harus
berkonsentrasi dengan pekerjaan di pabrik. Selain itu, modalnya juga tidak
banyak.
Pada februari 2007, ia dan istri mulai membuat
bolu pisang dengan nama Banana Cake. Istrinya mendapat bagian mengurusi
produksi sedangkan Denni dibagian pemasarannya. ”Kami mencoba berbagai resep
makanan. Kebetulan istri hobi memasak. Setelah mencoba berbagai jenis, cake
pisang ini yang paling diterima pasar,” ujarnya.
Mereka memulai usaha dari rumah sederhana di
kawasan Batu Aji di pinggiran Batam. Alat produksi awalnya adalah mesin
pengaduk kecil, kompor minyak tanah, dan oven kecil. ”Kami memulai dengan 2
kilogram pisang sehari. Rata-rata dibuat 40 kotak kue sehari karena kapasitas
produksi terbatas,” tutur alumnus Universitas Andalas, Padang, itu.
Sebagian kue itu dipasarkan dalam bentuk potongan
ke warung-warung. Sebagian lagi dipasarkan dalam bentuk utuh dari pintu ke
pintu. ”Saya memasarkan ke tetangga, kenalan, atau kantor. Saya membuat brosur
yang dibagikan di pabrik-pabrik,” ujarnya.
Hampir lima bulan Denny
melakukan pola itu. Selama proses itu, ia melihat banyak wisatawan datang ke
Batam, baik transit maupun berwisata di Batam. Namun, Batam belum punya
oleh-oleh khas. ”Kota lain punya makanan khas sebagai oleh-oleh. Yogya punya
bakpia, Bandung dengan brownies,” ujarnya.
Pada Juli 2007, Deni membuat keputusan, mengubah
nama produk dan meminjam uang untuk tambah modal. ”Kami mulai pakai nama Kek
Pisang Villa. Saya ambil pinjaman tanpa agunan Rp 40 juta. Sebagian untuk sewa
ruko, sisanya untuk beli oven lebih besar, tambah kapasitas produksi,” ujarnya.
Ruko itu berada di bagian depan kompleks tempat Denny tinggal. Lantai satu dijadikan toko dan lantai dua dijadikan pabrik. Di lokasi
baru, kapasitas produksi naik jadi 100 kotak per hari. ”Waktu itu, usaha mulai
lebih lancar dan kami meningkatkan promosi untuk menjadikan produk sebagai
oleh-oleh khas Batam. Pinjaman pertama saya lunasi dalam delapan bulan,”
tuturnya.
Namun, usaha Deny tetap ditentang
orangtuanya. Ia dan istrinya memang berasal dari keluarga tanpa dasar
wirausaha. ”Saya masih disuruh mendaftar ke salah satu BUMN saat omzet sudah Rp
70 juta per bulan. Namun, saya teruskan jadi wirausaha,” katanya.
Tambah kapasitas
Juni 2008, Denni mendapat kredit usaha rakyat Rp
500 juta. Pinjaman tanpa agunan tersebut memungkinkan ia mengembangkan sayap.
Ia menambah dua gerai di pusat kota dan satu lagi di kawasan pinggiran. Pabrik
dipindahkan dari kawasan Batu Aji ke gerai baru di Batam Center. Pabrik itu
memasok produk untuk gerai di Batu Aji, Penuin, Tiban, Nagoya, dan Bandara Hang
Nadim.
Produknya makin dikenal dan jadi oleh-oleh utama
di Batam. Wisatawan asing dan domestik kerap membawa Kek Pisang Villa sebagai
oleh-oleh. Peserta acara-acara di Batam kerap membawa berkardus-kardus Kek
Pisang Villa saat meninggalkan Batam.
Terkadang panitia membantu. Kerap pula peserta
memburu sendiri di sejumlah gerai CV MKB. Denni juga mengirimkan tim penjual ke
lokasi acara. Cara penjualan jemput bola itu dipertahankan sampai sekarang.
Dengan berbagai kombinasi pemasaran dan penjualan
itu, sekarang rata-rata terjual 2.500 kotak per hari pada hari biasa. Pada
musim liburan, gerai-gerai Denni bisa menjual hingga 3.500 kotak kue per hari.
Dengan harga minimal Rp 35.000 per kotak, Denni meraup Rp 87,5 juta per hari
dari penjualan kue saja, belum dari penjualan aneka produk UKM mitra CV MKB.
”Sekarang kami tidak beli pisang di pasar. Kami ambil pisang dari Medan,
Sumatera Utara. Saya tidak ingat berapa ton per bulan,” tuturnya.
Pundinya tidak hanya terisi dari gerai di Batam.
Tahun lalu, Denni melebarkan sayap ke Pekanbaru. Di sana, ia mengolah durian
menjadi aneka jenis kue dengan merek Viz Cake. ”Durian bisa didapat kapan saja.
Namun, belum ada produk olahan berupa kue durian. Saya masuk di celah itu,”
ujarnya.
Dalam setahun, Viz Cake berkembang pesat. Kini,
empat gerai dibuka di Pekanbaru dengan penjualan harian rata-rata 500 kotak.
Kini, Denni tidak lagi mengurus sendiri usahanya.
Operasi sehari-hari diserahkan kepada profesional. Ia berkonsentrasi pada
strategi pengembangan.
Meski sudah sukses, Denni tetap sederhana. Jika
ke kantor, ia kerap hanya menggenakan kaus, celana jeans, dan sandal. Sepintas
ia tak terlihat sebagai pengusaha muda dengan omzet rata-rata Rp 3 miliar per
bulan
Baiklah
sekian kisah sukses dari seorang Denni dengan istrinya. Semoga kisah ini bisa
menginspirasi kita semua untuk terus melangkah maju dan bangkit dari
keterpurukan. Sekian dari saya dan salam sukses
Sumber : kisahsukses.info/
0 comments:
Post a Comment