Saturday, May 30, 2015

10:45 AM
Toserda alias Toko Serba Lada, itulah nama sebuah toko hasil pemikiran dari Willyhono. Toserda merupakan sebuah took yang menyajikan santapan kuliner khusus pedas.
“Dulu, saya menjual satu produk saja, yaitu bawang pedas. Namanya, Bawang Pedas Balalada buatan teman saya,” ujar beliau.
Beliau bercerita bahwa bisnisnya ini adalah menjajakan makanan pedas dari berbagai jenis. Usahanya itu merupakan kelanjutan dari kegiatan awalnya, yaitu menjajakan produk penganan pedas.
Setelah memasarkan keripik itu, pria kelahiran 1983 ini melihat respons pasar terhadap penganan pedas sangat bagus. Dari sinilah, tercetus pemikiran untuk mendirikan usaha menjual makanan pedas.
“Kalau saya lihat, respons konsumen bagus. Rata-rata orang Indonesia suka makanan pedas,” kata dia.
Beliau kemudian memutuskan untuk mengembangkan usaha itu dan memperbanyak jenis dagangannya. Namun, dia tidak serta-merta membuat toko online.
Pertama, dia membangun toko di Jalan Padjajaran No. 4, Bandung. Modal awalnya sebesar Rp10-15 juta. Untuk nama toko yang bangunannya seluas 25 meter persegi itu, dia sengaja memilih akronim dan ada unsur bahasa Sunda.
“Orang-orang tahunya Toserba, toko serba ada. Tapi, saya pilih Toserda, toko serba lada. Kata ‘lada‘ dalam bahasa Sunda, kan, artinya pedas,” kata dia.
Lalu, dia juga mulai memperbanyak jenis dagangannya, mulai dari bawang goreng pedas, keripik, kerupuk, abon, sambal, rendang, bahkan cokelat. Produk dagangannya memiliki tingkat kepedasan, mulai level satu untuk pedas hingga level enam untuk sangat pedas.
Penganan itu pun beraneka macam ukurannya, mulai 100 gram, 300 gram, dan 400 gram. Harganya juga bervariasi, mulai dari Rp5.000 hingga Rp. 59.000.
“Yang Rp. 5.000 itu keripik, beratnya 100 gram dan Rp. 59.000 adalah rendang kering,” kata pria lulusan Universitas Parahyangan, Bandung itu.
Barang dagangan itu, Beliau memperolehnya dari para produsen makanan home industri yang ada di daerah Bandung dan sekitarnya.
“Tapi, kalau untuk abon, saya juga mendapatkannya dari Cirebon, Medan, Jakarta, dan Surabaya. Untuk cokelat, saya mengambil produk Chocodot dari Garut dan Monggo dari Jawa (Yogyakarta) dan harganya berkisar Rp. 10-15 ribu per kemasan,” kata dia.
Ada dua cara, tambah Beliau, untuk memasok barang dagangan ke tokonya, yaitu dengan beli putus dan titip dagangan. Kalau sistem beli putus, dia membeli sendiri barang untuk dijual, sedangkan sistem titip barang, produsen penganan itu yang menitipkan dagangannya ke tokonya. Cara titip barang ini yang paling banyak digunakan para supplier Toserda.
“Saya hanya mengambil marjin keuntungan 20 persen dari dagangan mereka,” kata dia.
Tapi, tidak semua penganan pedas yang bisa masuk ke daftar jualannya. Pria ini mensurvei dahulu calon dagangannya. “Saya lihat-lihat dulu dagangannya, mana yang paling laris. Sambal biasanya habis 10 kemasan per minggu, sedangkan basreng (bakso goreng) habis 100-200 bungkus per minggu,” ujarnya.
Baiklah sekian kisah sukses dari Toserda. Semoga kisah ini bisa menginspirasi kita semua untuk terus melangkah maju dan bangkit dari keterpurukan. Sekian dari saya dan salam sukses 
Sumber : kisahsukses.info/

0 comments:

Post a Comment