Toserda
alias Toko Serba Lada, itulah nama sebuah toko hasil pemikiran dari Willyhono.
Toserda merupakan sebuah took yang menyajikan santapan kuliner khusus pedas.
“Dulu, saya menjual satu produk saja, yaitu
bawang pedas. Namanya, Bawang Pedas Balalada buatan teman saya,” ujar beliau.
Beliau bercerita bahwa bisnisnya ini
adalah menjajakan makanan pedas dari berbagai jenis. Usahanya itu merupakan
kelanjutan dari kegiatan awalnya, yaitu menjajakan produk penganan pedas.
Setelah memasarkan keripik itu, pria kelahiran
1983 ini melihat respons pasar terhadap penganan pedas sangat bagus. Dari
sinilah, tercetus pemikiran untuk mendirikan usaha menjual makanan pedas.
“Kalau saya lihat, respons konsumen bagus.
Rata-rata orang Indonesia suka makanan pedas,” kata dia.
Beliau kemudian memutuskan untuk
mengembangkan usaha itu dan memperbanyak jenis dagangannya. Namun, dia tidak
serta-merta membuat toko online.
Pertama, dia membangun toko di Jalan Padjajaran
No. 4, Bandung. Modal awalnya sebesar Rp10-15 juta. Untuk nama toko yang
bangunannya seluas 25 meter persegi itu, dia sengaja memilih akronim dan ada
unsur bahasa Sunda.
“Orang-orang tahunya Toserba, toko serba ada.
Tapi, saya pilih Toserda, toko serba lada. Kata ‘lada‘
dalam bahasa Sunda, kan, artinya pedas,” kata dia.
Lalu, dia juga mulai memperbanyak jenis
dagangannya, mulai dari bawang goreng pedas, keripik, kerupuk, abon, sambal,
rendang, bahkan cokelat. Produk dagangannya memiliki tingkat kepedasan, mulai
level satu untuk pedas hingga level enam untuk sangat pedas.
Penganan itu pun beraneka macam ukurannya, mulai
100 gram, 300 gram, dan 400 gram. Harganya juga bervariasi, mulai dari Rp5.000
hingga Rp. 59.000.
“Yang Rp. 5.000 itu keripik, beratnya 100 gram
dan Rp. 59.000 adalah rendang kering,” kata pria lulusan Universitas
Parahyangan, Bandung itu.
Barang dagangan itu, Beliau
memperolehnya dari para produsen makanan home industri yang ada di daerah
Bandung dan sekitarnya.
“Tapi, kalau untuk abon, saya juga mendapatkannya
dari Cirebon, Medan, Jakarta, dan Surabaya. Untuk cokelat, saya mengambil
produk Chocodot dari Garut dan Monggo dari Jawa (Yogyakarta) dan harganya
berkisar Rp. 10-15 ribu per kemasan,” kata dia.
Ada dua cara, tambah Beliau,
untuk memasok barang dagangan ke tokonya, yaitu dengan beli putus dan titip
dagangan. Kalau sistem beli putus, dia membeli sendiri barang untuk dijual,
sedangkan sistem titip barang, produsen penganan itu yang menitipkan
dagangannya ke tokonya. Cara titip barang ini yang paling banyak digunakan para
supplier Toserda.
“Saya hanya mengambil marjin keuntungan 20 persen
dari dagangan mereka,” kata dia.
Tapi, tidak semua penganan pedas yang bisa masuk
ke daftar jualannya. Pria ini mensurvei dahulu calon dagangannya. “Saya
lihat-lihat dulu dagangannya, mana yang paling laris. Sambal biasanya habis 10
kemasan per minggu, sedangkan basreng (bakso goreng) habis 100-200 bungkus per
minggu,” ujarnya.
Baiklah
sekian kisah sukses dari Toserda. Semoga kisah ini bisa menginspirasi kita
semua untuk terus melangkah maju dan bangkit dari keterpurukan. Sekian dari
saya dan salam sukses
Sumber : kisahsukses.info/
0 comments:
Post a Comment